11 Okt 2013

Petani Sebagai Pelaku Wirausaha Dalam Menghadapi Persaingan Entrepreneur

Latar Belakang

Didesaku, tepatnya di sebuah desa terpencil di kabupaten Magetan, Jawa Timur. Mayoritas masyarakat disini adalah petani padi. Dan mayoritas petani disini berusia relatif tua, karena mungkin para pemuda kurang begitu tertarik akan usaha pertanian dan juga para orang tua mereka kurang menghendaki anaknya menjadi petani. Kenapa ? karena kebanyakan disini beranggapan kalau seorang petani berpenghasilan sangat rendah yang tak sebanding dengan jerih payahnya menggarap sawah.

Faktor pertama yang sangat mempengaruhi kenapa penghasilan para petani disini sangat rendah adalah karena mereka hanya mampu sebatas menggarap sawah, menanam benih hingga panen dan menghasilkan padi yang kemudian mereka jual ke pengepul. Dan tentu, harga padi disini dihargai sangat minim dan ketika dijual kembali oleh pengusaha distribusi pangan harganya bisa menjadi berlipat dari harga petani. Dan selisih itu sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh para petani.

Fakor kedua yaitu masalah proses penggarapan sawah yang mayoritas menggunakan tenaga manusia. Mereka masih menggunakan tenaga manusia untuk menggemburkan tanah (macul) dan kemudian nantinya ditanami benih. belum lagi ditambah upah yang harus dibayarkan oleh petani kepada buruh tani tersebut. Dan pengunakan tenaga manusia tersebut terus menerus diterapkan hingga proses panen.

Faktor ketiga yaitu yaitu peran pemerintah yang mensupport hanya sebatas di awal pembibitan. Ibarat sebuah hubungan antara ibu dan anak, pemerintah ini hanya memberikan asi sampai usia 7 bulan, dan kemudian dilepas untuk mencari makan sendiri. Begini yang kami rasakan, pemerintah hanya menyediakan bibit dan pupuk diawal musim, dan kemudian kami para petani tidak terus didampingi secara intensif. Dampaknya, ketika serangan hama datang, petani kewalahan dan tak bisa menghadapi, dan buruknya, pemerintah baru mengetahui disaat tanaman padi telah rusak terserang hama.

Faktor Keempat, yaitu selama ini masyarakat menempatkan profesi Tani sebagai sampingan. Atau menjadi profesi utama dengan praktik pertanian yang itu itu saja. Tidak ada peningkatan kualitas dalam pembentukan tanaman padinya. Mereka hanya sebatas melakukan peningkatan kuantitas dengan memperluas lahan. Hasilnya, padi yang didapat memang banyak, namun bernilai standar. Padahal sebenarnya dengan lahan yang sedikit namun kuantitas padi yang baik dapat menghasilkan padi yang bernilai jual tinggi dan tentu hasilnya akan sepadan dengan lahan luas namun kualitas buruk.


Petani Muda

Tahun 2012 lalu saya pernah mengkampanyekan para pemuda didaerah saya agar memajukan petani agar lebih inovatif dengan mereka berperan langsung didalamnya. Ide ini bukan tanpa alasan, rasanya sangat miris ketika berjalan-jalan disiang terik ditengah sawah dan bertemu dengan kakek 70tahun yang sedang berjibaku menyalakan diesel untuk pompa air. Sejenak aku hampiri Beliau dan bertanya, “Kok sendirian Mbah ? lha anaknya kemana ?” tanyaku. “owalah Le, anakku kerjo ning luar negeri. Tak aku wae sing garap sawah. (owalah Nak, anak saya bekerja di luar negeri. Biar saya saja yang kerja menggarap sawah).” jawab beliau.

Bagi para orang tua selain menganggap bahwa pemuda “kurang sabar dan tekun” dalam menggarap sawah, juga merasa kasihan jika anaknya tidak akan “maju” jika hanya menjadi sebatas petani. Mindset seperti ini seharusnya diluruskan untuk dirubah agar tidak berkelanjutan.

Menurutku, jika tidak ada generasi penerus para petani, trus siapa yang akan menciptakan makanan pokok dinegeri ini ?


Petani Sebagai Pelaku Usaha

Diharapkan petani mempunyai sebuah jiwa entreprenur dalam menjalankan profesinya. Dimana menurut Syamsu Hilal dalam jurnalnya yang berjudul “Menumbuhkan Petani Muda Wirausaha” mengatakan bahwa petani wirausaha adalah petani yang berpikir dan bertindak untuk mengembangkan hal-hal yang lebih baik dari apa yang dikerjakannya selama ini, sehingga hasil pertaniannya dapat lebih menguntungkan.

1. Petani tidak hanya berperan sebagai produsen, tapi juga sebagai pemasar. Maksudnya petani menjual sendiri hasil pertaniannya kepada konsumen rumah tangga tanpa melalui pihak ketiga. Sistem seperti ini telah diterapkan oleh pemerintah propinsi Jawa Timur melalui pasar Puspa Agro. Dimana disana petani langsung menjadi penjual dan menggelar hasil pertaniannya.

2. Merubah sistem mekanisasi secara menyeluruh dalam proses penggarapan lahan. Sistem ini dapat memaksimalkan keefektifan dan efisiensi dalam proses penggarapan sawah. Dengan cara menerapkan teknologi hasil pekerjaan akan cepat selesai, dan tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia. Dengan begitu biaya produksi dapat ditekan secara maksimal. Dengan konsekuensi, tenaga buruh tani akan berkurang dan mengakibatkan berkurangnya mata pencaharian buruh tani.

3. Petani mandiri. Dengan fakta sekarang ini yang minim perhatian dan pendampingan dari pihak terkait demi memajukan petani, mau tidak mau para petani harus bisa lebih mandiri. Memang masalah pokok petani adalah mengenai wawasan terhadap ilmu pertanian. Coba bayangkan, apakah ada lulusan sarjana pertanian yang mau jadi petani ? tentu tidak semua. Maka dari itu petani harus dituntut paham akan ilmu pertanian. Cara terbaik yaitu melalui Learning By Doing atau belajar melalui bekerja. Apa yang dialami, dipelajari, dan dibahas solusi jalan keluarnya. Dengan begitu permasalahan mengenai kekurangan pupuk, serangan hama, dapat dengan mudah, tepat, dan tanggap diatasi oleh para petani secara mandiri.

4. Meningkatkan kualitas padi, bukan hanya meningkatkan lahan pertanian. Seperti yang dikatakan diatas, petani harus berpikir bukan hanya kuantitas, tapi kualitas. Dimana hasil panen yang berkualitas baik akan meningkatkan nilai jual dan menambah keuntungan. Ingat kata pepatah bung Karno, “beri aku 1000 orang tua akan aku cabut semeru dari tanah, beri aku 100 pemuda akan aku goncangkan dunia.”.


Mekanisasi dan digitalisasi Pertanian padi

1. Mesin Penanam Padi

Beberapa daerah memang telah mempraktekkan proses mekanisasi pada fase tanam bibit. Namun, kebanyakan besar petani di Indonesia masih menggunakan cara lama yaitu manual menggunakan tenaga manusia, begitu juga didesaku. Nah, inilah saatnya petani muda inovatif mulai mempraktekkan penggunaan alat penanam padi, dengan investasi seperti ini akan lebih banyak manfaat dan keuntungan untuk hasil akhir dan musim tanam berikutnya.

2. Pemotong dan perontok Padi

Begitu juga halnya dengan proses panen, sekarang masyarakat telah menggunakan mesin perontok padi. Mesin perontok padi yang didesain oleh para petani memang sangat membantu dan menambah efisiensi. Namun ternyata prosesnya masih belum maksimal dan jauh dari yang diharapkan. Kenapa ? mesin ini hanya sebagai perontok, sehingga untuk memotong batang padi masih menggunakan sistem manual, sehingga memungkinkan terjadinya tingkat “loss” (jumlah padi yang hilang) yang relatif banyak. Karena padi dipotong, kemudian diangkut dibawa ke mesin perontok untuk dipisahkan gabahnya.

Suatu saat nanti alat ini akan digunakan oleh para petani di Indonesia. (wikipedia)

Harapannya dengan penggunaan mesin pemotong sekaligus perontok akan sangat mengurangi tingkat “loss” gabah. Dan tentu hasil panen berikut keuntungan petani akan dapat meningkat hingga 2 persen.

3. Informasi Iklim dan Cuaca

Yang menjadi pengaruh utama tanaman adalah iklim dan cuaca. Dalm menganalisa iklim para petani saat ini mengandalkan perhitungan bulan dan posisi bulan dimana saat itu berada. Mereka tahu bahwa ketika bulan september maka sumber air begitu sulit didapat, sebaliknya ketika datang bulan Desember dan Januari maka telah mulai sering hujan. Begitu juga cuaca, para petani sudah mampu menebak nebak apakah akan hujan atau cerah. Sehingga mereka bisa memutuskan untuk menggunakan pompa diesel ata menunggu hujan datang. Tentu ini akan menghemat biaya produksi.

Nah, dengan teknologi yang semakin maju, juga didukung masyarakat sekarang yang cenderung konsumtif terhadap barang elektronik, maka perlu memanfaatkan prediksi cuaca (AccuWeather) yang telah terintegrasi di beberapa smartphone. Dengan sasaran Petani Muda, diharapkan untuk menunjang profesi mereka aplikasi AccuWeather ini bisa digunakan.

4. Analisa tanaman

Dalam perawatan rutin kita bisa memanfaatkan berbagai aplikasi analisis pada smartphone. Misalnya sebah aplikasi analisis efisiensi pupuk pada tanaman. Leaf Coder, begitu nama aplikasi besutan Telkom University. Ciputraentrepreneurship.com menjelaskan bahwa cara kerja aplikasi ini yaitu melakukan scan terhadap sample daun yang telah dipotret melalui aplikasi ini. Leaf Coder akan memberikan output berupa jumlah takaran pupuk yang pas untuk tanaman tersebut.

Manfaat utamanya yaitu untuk menciptakan penggunakaan pupuk yang ramah lingkungan dengan tidak berlebihan. Selain itu juga menambah efisiensi penggunaan pupuk sehingga dapat menekan biaya pupuk oleh petani.

5. Pupuk Alternatif

Saat ini pupuk kimia maupun organik masih disubsidi pemerintah. Begitu juga untuk bibit padinya. Setiap 3 bulan sekali pemerintah menyetor pupuk subsidi ke desa-desa. Dan sayangnya, pupuk-pupuk tersebut tak mampu memenuhi seluruh kebutuhan petani dengan lahan yang begitu luasnya. Entah karena dimainkan oleh oknum atau murni karena stok yang terbatas dari pemerintah. Imbasnya, petani harus membeli ke luar daerah dan membayar harga 2 kali lebih mahal dari harga normal.

Dengan tidak bergantung dari pemerintah, petani, khususnya para petani muda mampu menerapkan inovasi pupuk alami buatan sendiri. Dengan proses fermentasi dari dedaunan yang ada disekitar kita mampu disulap menjadi sebuah pupuk organik. Apalagi didesa-desa masih banyak penduduk yang memelihara hewan ternak bisa dimanfaatkan kotorannya. Harapannya, selain bisa memenuhi kebutuhan pupuk yang jauh dari cukup, juga turut membantu pemerintah menghemat anggaran Negara.


Kendala

Dalam sebuah usaha pasti ada kendala yang selalu datang dengan berbagai bentuk. Dalam hal ini petani, kendala ada 2 faktor, yaitu dari alam dan dari manusianya. Faktor alam bisa meliputi perubahan iklim yang tidak menentu seperti kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan sehingga tanaman kekurangan air. Kemudian dari manusia bisa berupa human error, atau kondisi pasar. Sebagai petani wirausaha diharuskan sebuah planning kedua jika sewaktu waktu kemungkinan terburuk terjadi. Itulah kenapa petani harus berjiwa wirausaha.


Penutup 

Dengan ulasan permasalahan pertanian padi yang telah saya ambil sampel dari daerah saya di Magetan Jawa Timur yang secara garis besar mungkin sama dengan kebanyakan di daerah Indonesia. Saya menyimpulkan bahwa petani di indonesia masih setia dengan tradisional, mau tidak mau harus bermetamorfosa 5 tahun lebih maju. Dengan peningkatan berbagai proses mekanisasi dan digitalisasi agar mampu bersaing di dunia global, sehingga pasar dalam negeri tidak tergerus oleh pasar impor.

Dengan bermodalkan Petani Muda yang berjumlah sekitar 34,78 % dari keseluruhan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian (Data Badan Statistika tahun 2010) akan mampu merubah pertanian Indonesia selangkah lebih maju. Meningkatkan kompetensi petani muda dalam mengakses teknologi, modal, pasar, dan manajemen sehingga menjadi petani muda wirausaha mandiri yang inovatif, kreatif, mampu bersaing, berwawasan global dan professional.


Semoga generasi muda harus mampu memajukan pertanian Indonesia (doc.pribadi)

Petani bekerja kepada alam untuk manusia. Petani bekerja sekuat tenaga agar tanaman yang ia tanamkan berbuah manis, dan alam telah menjawab kerja keras mereka melalui panen raya. Kini giliran kita, bagaimana kita bisa menghargai karya petani tersebut ?



Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Esai Ciputra Entrepreneurship 2013 bertema "Bagaimana Menghadapi Persaingan Sebagai Entrepreneur."


Rujukan :

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More