14 Jan 2013

From Peasant To Nation

Aku terlahir dari keluarga petani. Ayahku seorang petani, kakekku seorang petani, bahkan buyut sampai nenek moyangku juga seorang petani, walaupun orang beranggapan nenek moyangku seorang pelaut. Itu salah.

Tinggal di daerah pedesaan tak banyak pilihan untuk melakukan usaha perbisnisan. Karena memang warga desa itu tidak se-konsumtif warga kota yang mempunyai kesejahteraan lebih besar. Untuk memasarkan barang dan jasa pun lebih harus punya banyak cara lain. Seperti halnya yang terjadi didesaku. Sebuah desa kecil dipinggir kota Magetan, Jawa Timur. Desa Pencol namanya.

Usaha bisnis apa sih yang bisa dilakukan oleh pengusaha di desa ini ?

Tanah Ladang

Sebelum menjawabnya, mari kita kaji terlebih dahulu bagaimana kondisi masyarakat yang ada didesa. Penduduk produktif di desa Pencol 50% adalah petani. 25% sebagai pegawai dan wiraswasta. 15% penduduk lainnya merantau ke luar kota dan mencari pekerjaan disana. Sisanya 10% sebagai masih menganggur.

Tentu hal yang paling menonjol adalah segi pertaniannya. Dalam hal ini yaitu petani padi. Penduduk mayoritas adalah petani. Entah itu petani dengan sawah garapannya sendiri ataupun dengan cara sistem bagi hasil.

Mereka yang tidak punya ladang, namun mampu dalam hal fisik dan mampu mengerjakan sawah, akan bekerjasama dengan petani yang mempunyai ladang luas. Petani kaya yang mempunyai ladang luas akan menyerahkan beberapa petak sawahnya untuk digarap oleh petani yang tidak punya ladang tadi dan hasil panennya akan dibagi rata. Pembagiannya berdasarkan ladang, modal, dan petani yang mengerjakan itu.

Kembali ke pertanyaan awal, bisnis apa yang bisa dilakukan ? yap, dengan investasi tanah.

Para pengusaha dengan modal besar dapat mencari tanah ladang didesa-desa yang mempunyai perekonomian yang masih lemah. Tanah ladang yang sudah tidak diurus oleh pemiliknya karena ditinggal pindah atau dibiarkan begitu saja tanpa ada pelimpahan sebelumnya dapat disewa untuk digarap oleh para petani. Didesaku banyak sekali tanah kosong yang sekarang jadi tandus karena bertahun tahun dibiarkan kosong. Tanah itu adalah milik mantan kepala desa yang sekarang sudah tinggal diluar kota.

Awalnya yang telah menerapkan sistem bagi hasil itu karena alasan ketidakmampuan petani untuk menggarap ladang yang begitu banyaknya. Daripada ladang menganggur begitu saja dan daripada disewakan kepada pihak pabrik BUMN untuk ditanami tebu milik pabrik, lebih baik dilimpahkan ke warga masyarakat yang belum mampu menikmati garapan sawah.



Smbr gbr : Aliansi Petani Indonesia (api.or.id)



Dari situs Aliansi Petani Indonesia dikatakan bahwa sawah itu milik petani. Sebenarnya membangun perusahaan, mall, pusat perbelanjaan diatas tanah ladang yang itu merampas hak petani. Dengan datangnya para pengusaha petani yang menjembatani petani pada tanah garapan, akan membantu perekonomian petani dan tentu terus melestarikan budaya bercocok tanam ditengah sempitnya ladang garapan.

Dengan berkembangnya teknologi digital sekarang ini, harapan untuk warga desa yang mayoritas petani adalah menggandeng para pengusaha untuk sedikit menginvestasikan uangnya untuk dibelikan ladang yang kemudian digarap oleh petani desa.

Dengan memanfaatkan teknologi jaringan internet maka jaringan bisnis tidak hanya pada satu lingkup desa, yaitu mampu menggait para investor dikota kota besar yang kekurangan tanah untuk investasi. Sekarang banyak parabusinessman yang menggunakan sosial media seperti facebook, twitter, BBM, dan melalui website atau blog pribadi mereka. Tak mustahil pula, para petani membuat sebuah jaringan tersendiri melalui media tersebut. Saling berbagi akan permasalahan pertanian yang dialami tiap-tiap desa, distribusi pupuk dan bibit, dan juga mencari pembeli tanah dan penanam modal untuk membantu menggarap sawah.

Harapannya nanti kedepannya, para petani didesa dapat mengoperasikan komputer dan gadget untuk mengakses internet. Memantau isu pertanian yang terjadi diregionalnya. Semua petani pun harus mempunyai sebuah perangkat digital seperti BB. Gila memang, namun ini akan keren abis dan membuat menteri pertanian bilang waw.



Distribusi Pupuk

Permasalahan yang masih menjadi momok ditubuh petani adalah pasokan pupuk. Selama ini pupuk untuk kebutuhan petani sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah. Setiap musim tanam tiba petani dikirimkan pupuk lewat para distributor dimasing-masing daerah.

Selanjutnya adalah merubah sistem penjualan beras yang masih dimonopoli oleh tengkulak daerah dengan sistem jaringan online. Karena para petani sudah mempunyai perangkat digital untuk akses internet. Jadi akan lebih baik hasilnya dan tidak akan percuma sistem online ini.

Tidak lain tidak bukan adalah menghindari petani kekurangan pupuk. Disini, didesaku, pupuk masih sering telat, masih sering petani ada yang tidak kebagian pupuk. Dengan menggunakan sistem jaringan terpadu ini, diharapkan peredaran pupuk akan merata dan semua petani seregional mendapatkan pupuk yang rata.

Pemasaran

Musim panen, petani suka cita menyambutnya. Namun setelah itu petani dihadapkan pada banyak pilihan. Akankah padinya nanti dijual dalam keadaan kering ataukah dalam keadaan basah. Maksudnya basah adalah setelah panen padi langsung dapat dijual dengan resiko harga yang lebih rendah. Sedangkan dalam keadaan kering, petani harus menjemur terlebih dahulu padinya hingga kering kemudian baru menjualnya dengan harga tentu lebih besar. Ini sebenarnya adalah sebuah permainan. Tergantung bagaimana petani pandai-pandainya mengambil keputusan.

Bisa saja harga padi kering yang besar tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan untuk menjemur tiap harinya. Belum lagi ada hujan datang dengan tiba-tiba yang malah membuat padi menjadi terendam air. Untuk itu, pemikiran segala kemungkinan yang terjadi dan juga prakiraan akan cuaca sangat menentukan dan mungkin bermanfaat bagi petani.

Dengan meleknya petani akan dunia digital, diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Yaitu dalam hal ini mencari informasi secara detail dan berkala akan prakiraan cuaca diregionalnya dengan terhubung ke situs prakiraan cuaca yang banyak kita jumpai di internet. Seperti milik google weather, yahoo weather, dan lain sebagainya. Atau bisa juga memanfaatkan data dari situs BMKG untuk hasil yang lebih spesifik dari regional kita.

Untuk penjualan hasil panen, petani hanya memiliki 1 penjual gabah. Mau tidak mau, dengan harga yang ditetntukan oleh penjual gabah, petani harus tunduk dan mau melepas gabahnya dengan harga tertentu. Tak ada variasi dan pilihan kepada petani untuk lebih mencari harga lebih layak.

Itu karena kurangnya informasi dan sempitnya jaringan petani. Andaikan seluruh petani dihimpun dalam suatu jaringan yang mana setiap ada informasi semua petani telahg mendapatkannya. Itu akan sangat membantu petani memasarkan gabahnya. Untuk mencari penjual gabah cukup memilih dalam jaringan, maka akan terdapat list berbagai penjual gabah yang siap membeli gabah dari para petani dengan harga yang relatif dan beraneka ragam. Dengan begitu petani akan bisa lebih mengeplorasi untuk menambah harga jual gabahnya.

Yap, seperti dalam situs Elektronik Petani yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian Indonesia sudah telah memberikan berbagai informasi seputar pertanian di Indonesia. Seperti konsultasi untuk petani, sarana produksi meliputi mesin produksi, pupuk, dan juga pemberantas hama. Semuanya sudah disediakan oileh Kementerian Pertanian Indonesia lewat situs ini. Namun semua ini seperti mubadzir, karena mayorutas petani Indonesia diatas usia produktif dan masih belum mengenal dunia digital apalagi internet. Jadi situs ini hanya menjadi tempat tersesatnya orang yang iseng mencari keyword petani.

Petani Indonesia harus belajar dunia digital. Diawali dengan para pemuda yang sudah melek digital mulai merambah dunia pertanian, yang kemudian menuntun mereka para orang tua yang telah menjadi petani tradisional berpuluh-puluh tahun lamanya.

Tidak bisa dipungkiri lagi, kemajuan era teknologi digital saat ini tidak bisa dihentikan. Semua berjalan begitu cepat seiring meningkatnya pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Terbukti dari instansi-instansi maupun lembaga-lembaga pemerintahan yang mulai mengadopsi system digital dalam pelayanannya. Seperti kita tahu, penerimaan mahasiswa baru yang dulu harus datang ke secretariat, sekarang hanya perlu daftar lewat internet. Begitu juga dalam kelangsungan proses belajarnya, semua diakses melalui media maya ini. Lalu, apakah semua ini bisa membawa perubahan pada sector pertanian?

Disisi lain kita harus mempertahankan budaya, namun dilain pihak kita juga harus dituntut untuk maju agar bisa menangani laju perekonomian yang semakin meningkat. Ingat, saat ini Negara kita masih mengimpor beras dari luar negeri. Apakah kita akan terus menerus berpangku tangan dan mengandalkan Negara lain ?

Mungkin semua itu hanya mimpi. Benar, hanya mimpi kalau penduduk di Indonesia ini seluruhnya hanya orang tua. Kita masih ada pemuda. Seperti yang saya petik dari kalimat bung Karno berikut ini, "œBerikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia".

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More