14 Okt 2012

Cara Mencegah dan Menanggulangi Tawuran

Latar Belakang

Tinggal didesa terpelosok seperti saya, tepatnya di desa Pencol, sebuah desa kecil di kabupaten Magetan, kata tawuran mungkin agag mengambang. Antara familiar dan langka atau asing. Karena tawuran itu kalau didesa saya tergolong langka. Mungkin terjadi antara 10 tahun sekali (kayak pemilu, hehehe).

Akhir akhir ini mendengar berita di media masa seperti televise khususnya, bahwa terjadi tawuran antar pelajar di Jakarta yang sampai menewaskan 1 siswa. Kaget warga desa kami mendengar berita itu, dalam benaknya, “kok tega ya ?”.

Di desaku suasana keakraban antar warga masihlah kental. Setiap hari mereka selalu saling bertemu dan menyapa. Pagi hari ketika bapak bapak berangkat ke sawah, pasti mereka berangkat bersama-sama. Seraya membicarakan sesuatu yang telah terjadi, bertanya tentang tanaman masing-masing, atau sekedar basa-basi tidak penting. Namun itulah kebersamaan.

Di tempat lain, ibu ibu sedang asyik bercengkerama setelah sibuk memilih sayur. Penjual sayur itulah yang tiap pagi memanggil para ibu-ibu di sekitar rumah hingga semua berkumpul untuk membeli sayurnya. Walau terkadang tak banyak yang mereka beli, ibu-ibu lebih menyukai kegiatan berkumpul ini daripada belanjanya sendiri. Disinilah sumber dari seluruh sumber informasi berkumpul. Terjadi sebuah dialog antar anggota yang memunculkan pemikiran-pemikiran simple atas logika mereka. Saling berlomba-lomba menarik sebuah kesimpulan yang pasti dan paling logic.

Inilah enaknya tinggal didesa, butuh informasi tak harus beli Koran, tak harus akses internet, hanya cukup keluar rumah sambil berburu jajanan pasar pagi. Umumnya, berita yang tersaji adalah berita social. Berita politik belum sampai ke pemikiran mereka, apalagi berita olahraga, bukan makanan ibu-ibu. Dan berita social itu pun hanya dilingkup desanya sendiri, paling jauh di desa sebelah.

Jika disimak lebih mendalam, sebenarnya itu bukan berita, namun lebih pada gossip. Seseorang yang bertindak nyeleneh, atau bahasa Indonesianya bertindak melanggar norma. Perbuatan yang pernah menjadi topic ibu-ibu selama ini antara lain, pencurian kambing disalah satu warga desa, pacaran yang kepergok di tengah sawah, perkelahian antara 2 remaja desa, dan pengeroyokan warga desa sebelah terhadapa salah satu remaja desa kami.

Semua yang ibu-ibu perbincangan rata-rata adalah perbuatan nakal dari para remaja desa kami. Tak hanya perbuatan saja, tapi juga sikapnya kepada warga yang lain. Sebagai orang jawa yang menjunjung tinggi adat jawa, kita harus ramah tamah kepada orang yang lebih tua. Contohnya, ketika sedang bertemu dijalan, harus menyapa terlebih dahulu. Kemudian jika berjalan di depan orang lebih tua yang sedang duduk, harus permisi.
Itulah, kenapa warga desa mempunyai karakter yang polos namun penuh sopan dan tata karma. Karena apa ? karena sejak kecil mereka dididik. Jika tidak sopan, tata karma, dan berperilaku social baik, mereka akan menjadi bahan pergunjingan warga. Dan akibat parahnya adalah dikucilkan oleh seluruh warga desa.

Didesa kami, hokum adat seperti itu lebih kuat daripada hukum pidana. Mereka lebih takut dijadikan bahan pergunjingan daripada ditangkap polisi. Tatkala ditangkap polisi, ia tidak memikirkan proses apa yang harus ia jalani di hadapan hokum, tapi lebih bagaimana ia nantinya menahan malu dihadapan warga.

Itulah kenapa, tawuran jarang sekali ditemui di daerah pelosok pedewasaan, khususnya di tanah jawa ini. Dan sepertinya itu semua menjadi senjata ampuh untuk menangani tawuran yang semakin merebak sekarang ini.

Prosesnya memang lama, yaitu sudah benar-benar ditanamkan sejak kecil. Lingkungan juga mendukung untuk membentuk karakter remaja. Salah sedikit dari remaja, sejuta gunjingan bertebaran didesanya. Malu lah remaja itu akan permuatannya. Dan akhirnya, mereka jera untuk tidak berbuat menyimpang kembali.

***

Solusi


Selanjutnya untuk lebih mengoptimalkan penanggulan tawuran, sekolah harus berperan aktif. Selama ini, tawuran menyangkut nama sekolah. Akar permasalahannya pun marak terjadi karena dendam antar sekolah yang sudah terjalin bertahun-tahun lalu.

Perbanyak Tugas dan kegiatan.

Tugas adalah kewajiban siswa. Semua sekolah pasti menerapkan tugas bagi setiap siswanya. Namun perbedaan terjadi pada porsi-nya.

Sekolahku begitu banyak tugas, setiap guru pasti memberikan tugas. Setiap hari pasti ada tugas. Hingga sepulang sekolah kami tak lekas pulang kerumah, namun masih didalam kelas untuk mengerjakan tugas bersama. Jika tidak begitu, keesokan harinya akan repot sendiri.

Tawuran selama ini terjhadi saat sepulang sekolah. Dengan member tugas semacam ini, mereka akan terhindar dari pergaulan untuk mengajaknya tawuran.


Jaga hubungan antara Guru dan siswa

Hal ini mengacu pada adat istiadat didesaku tadi. Yaitu masalah hukum adat.

Sekolahku mewajibkan ketika siswa bertemu guru, kita harus memegang 3S, Senyum, Salam, Sapa. Tiap kali berhadapan dengan guru, senyum harus selalu ditunjukkan, dilanjutkan dengan salam cium tangan, dan kemudian menyapa, entah itu hanya sekedar selamat pagi atau selamat siang.

Dengan hal itu akan menambah keakraban dan kekeluargaan yang terjalin di dalam sakolah. Para siswa akan terdorong hatinya bahwa sekolah adalah keluarga. Dan mereka akan membawa nama baik keluarga dengan tidak bertindak ceroboh diluar rumah. Dalam hal ini adalah sekolahnya.


Jam kegiatan

Perbanyak tugas dan kegiatan ekstrakurikuler. Walau pada awalnya akan menambah beban siswa, namun kedepannya akan baik pada perilaku siswa.

Seperti pada sekolahku, masuk jam 6.45 pagi dan selesai pada pukul 14.15. namun, belum sampai disana, dalam beberapa hari tertentu masih ditambah jam pelajaran tambahan mulai pukul 14.45 hingga pukul 16.15. baru kemudian kami pulang. Dengan begitu, mereka akan capek dan ingin lekas pulang. Tak ada waktu untuk main sepulang sekolah. Buktinya, sekolah kami selama ini belum ada kasus tawuran, bahkan berkelahi pun jarang. Bukan karena siswanya baik, tapi karena mereka tak ada waktu untuk memikirkan hal yang tak penting sepertti itu.


Lebih baik pulang sore dan mengerjakan tugas daripada pulang awal namun tawuran.
(gbr.atas : SindoRadio.com, gbr .bawah doc. pribadi)

Fasilitasi siswa, buat mereka nyaman

Salah satu factor penyebab tawuran diantara yaitu rasa iri terhadap sekolah lain.

Seperti saat acara kompetisi futsal antar SMA di daerahku. Sekolahku yang merupakan RSBI melawan sekolah yang masih SSN. Sekolahku sebelumnya memang ada ekskul futsal yang dilatih tiap minggu oleh pelatih yang ditunjuk sekolah. Dan hasilnya, kualitas dan latihan membuktikan, kami menang atas sekolah lawan. Namun apa yang terjadi, supporter lawan yang merupakan siswa SMA tersebut marah, tidak rela dan menyerang supporter kami.

Berawal dari sekolah mereka yang tak memfasilitasi secara maksimal, berbuntut pada prestasi dan menyulut amarah siswa. Dan akibat terburuknya, yaitu dendam. Yang sewaktu-waktu bisa diteruskan dikemudian hari.
Untuk itu, sekolah lebih memfasilitasi dan memberikan yang terbaik untuk siswa. Akhirnnya, siswa akan nyaman dengan kondisi sekarang dan bangga akan sekolahnya. Walau kalah dalam satu bidang, namun tetap unggul dalam bidang lainnya.


Biasakan dialog

Sekarang masuk ke media pembelajaran. Media pembelajaran interaktif perlu dipraktekkan. Kreatifitas dan keberanian siswa dalam menyampaikan pendapat harus sedini mungkin dibentuk.

Tak perlu jauh-jauh, disekolahku saja. Tiap pelajaran selalu ada sesi diskusi. Dalam sesi ini, semua siswa harus aktif dan berani dan tentunya bijaksana dalam mengambil keputusan kelompok. Juga harus bertanggung jawab dengan apa yang diutarakan.

Ini akan berdampak baik dalam kehidupan social siswa. Jika sekelompok siswa mempunyai masalah dengan sekelompok siswa lain, bisa didiskusikan dan diambil jalan tengahnya. Dengan modal berani dan bertanggung jawab dari materi diskusi yang dipraktrekkan dalam pembelajaran.

Setidak-tidaknya jika tidak terjadi diskusi, mereka akan segan untuk melakukan aksi fisik. Dan lebih mengutamakan jalur lesan untuk menyelesaikannya.


Kerjasama Orang Tua dan Guru

Mengacu kembali dalam hukum adat yang berlaku. Kini menghubungkan antara guru dan murid.

Sebisa mungkin setiap kali ada masalah sekolah yang menyangkut siswa, guru yang bersangkutan melaporkan hal tersebut kepada wali murid, dalam hal ini orang tua. Diharapkan orang tua bisa memberi pencerahan diluar sekolah, yaitu dirumah mereka. Tentunya dengan cara orang tua masing-masing. Bisa dengan diomongin, dan jika perlu dipertegas sedikit. Tapi jangan sampai dipojokkan.

Hal itu akan member rasa takut akan siswa akan perbuatan menyimpang. Siswa akan berpikir, “jika saya tawuran, pasti nanti sampai rumah dimarahin Babe”. Nah, itu yang diharapkan nantinya untuk para siswa. Karakter seperti inilah yang seharusnya ada pada setiap remaja di Indonesia.
***


Kesimpulan

Berawal dari rasa peka terhadap kondisi lingkungan desa. Terbesit pertanyaan, kenapa ya remaja desa jarang tersandung masalah social yang sering terjadi dikota-kota besar. Hingga muncul sebuah harapan urun rembug untuk mencegah dan menanggulangi masalah tawuran pelajar.

Ternyata kuncinya adalah peka dan perhatian sesama anggota masyarakat. Seperti halnya kita temui didesa-desa. Tak seperti kebanyakan dikota-kota. Orang orang cuek tehadap kondisi lingkungan sekitar. Tak mau tahu masalah dan problematika yang terjadi pada tetangga. Bahkan untuk orang-orang yang ringgal di apartment. Mereka tak tahu apa itu indahnya bermasyarakat. Karena sepulang dari kantor, mereka tak ada waktu lagi untuk bersosialisasi kepada lingkungan tetangga.

Ini hanya setitik pendapatku tentang masalah tawuran pelajar. Dan pemecahan masalah yang lebih komplek telah dipersiapkan kementrian Pendidikan Republik Indonesia dalam hal ini. Kita hanya tinggal menjalankan dan turut berpartisipasi demi lancarnya program dari pemerintah.

Harapannya, sebisanya semoga wajah perkotaan besar di Indonesia di beri nafas pedesaan. Dengan seluruh kehangatan, kenyamanan, dan kepekaan antar masyrakat. Sehingga menurunkan angka penyimpangan yang terjadi dengan hukum adat yang berlaku.

Menjelang hari sumpah pemuda 28 Oktober ini, seperti dalam kutipan Sumpah Pemuda
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Semoga bangsa Indonesia khususnya remaja mampu mencerna dan menancapkan dalam-dalam Sumpah Pemuda. Bahwa ini bukan sebuah kalimat biasa, namun sebuah ikrar turun temurun dari bangsa Indonesia.



Artikel  ini diikutsertakan pada Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu : Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran.


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More