Latar Belakang
Tinggal didesa terpelosok seperti saya, tepatnya di desa Pencol, sebuah desa kecil di kabupaten Magetan, kata tawuran mungkin
agag mengambang. Antara familiar dan langka atau asing. Karena tawuran itu
kalau didesa saya tergolong langka. Mungkin terjadi antara 10 tahun sekali
(kayak pemilu, hehehe).
Akhir akhir ini mendengar berita di media masa seperti
televise khususnya, bahwa terjadi tawuran antar pelajar di Jakarta yang sampai
menewaskan 1 siswa. Kaget warga desa kami mendengar berita itu, dalam benaknya,
“kok tega ya ?”.
Di desaku suasana keakraban antar warga masihlah kental.
Setiap hari mereka selalu saling bertemu dan menyapa. Pagi hari ketika bapak
bapak berangkat ke sawah, pasti mereka berangkat bersama-sama. Seraya
membicarakan sesuatu yang telah terjadi, bertanya tentang tanaman
masing-masing, atau sekedar basa-basi tidak penting. Namun itulah kebersamaan.
Di tempat lain, ibu ibu sedang asyik bercengkerama setelah
sibuk memilih sayur. Penjual sayur itulah yang tiap pagi memanggil para ibu-ibu
di sekitar rumah hingga semua berkumpul untuk membeli sayurnya. Walau terkadang
tak banyak yang mereka beli, ibu-ibu lebih menyukai kegiatan berkumpul ini
daripada belanjanya sendiri. Disinilah sumber dari seluruh sumber informasi
berkumpul. Terjadi sebuah dialog antar anggota yang memunculkan
pemikiran-pemikiran simple atas logika mereka. Saling berlomba-lomba menarik
sebuah kesimpulan yang pasti dan paling logic.
Inilah enaknya tinggal didesa, butuh informasi tak harus
beli Koran, tak harus akses internet, hanya cukup keluar rumah sambil berburu
jajanan pasar pagi. Umumnya, berita yang tersaji adalah berita social. Berita
politik belum sampai ke pemikiran mereka, apalagi berita olahraga, bukan
makanan ibu-ibu. Dan berita social itu pun hanya dilingkup desanya sendiri,
paling jauh di desa sebelah.
Jika disimak lebih mendalam, sebenarnya itu bukan berita,
namun lebih pada gossip. Seseorang yang bertindak nyeleneh, atau bahasa Indonesianya bertindak melanggar norma.
Perbuatan yang pernah menjadi topic ibu-ibu selama ini antara lain, pencurian
kambing disalah satu warga desa, pacaran yang kepergok di tengah sawah,
perkelahian antara 2 remaja desa, dan pengeroyokan warga desa sebelah terhadapa
salah satu remaja desa kami.
Semua yang ibu-ibu perbincangan rata-rata adalah perbuatan
nakal dari para remaja desa kami. Tak hanya perbuatan saja, tapi juga sikapnya
kepada warga yang lain. Sebagai orang jawa yang menjunjung tinggi adat jawa,
kita harus ramah tamah kepada orang yang lebih tua. Contohnya, ketika sedang
bertemu dijalan, harus menyapa terlebih dahulu. Kemudian jika berjalan di depan
orang lebih tua yang sedang duduk, harus permisi.
Itulah, kenapa warga desa mempunyai karakter yang polos
namun penuh sopan dan tata karma. Karena apa ? karena sejak kecil mereka
dididik. Jika tidak sopan, tata karma, dan berperilaku social baik, mereka akan
menjadi bahan pergunjingan warga. Dan akibat parahnya adalah dikucilkan oleh
seluruh warga desa.
Didesa kami, hokum adat seperti itu lebih kuat daripada
hukum pidana. Mereka lebih takut dijadikan bahan pergunjingan daripada
ditangkap polisi. Tatkala ditangkap polisi, ia tidak memikirkan proses apa yang
harus ia jalani di hadapan hokum, tapi lebih bagaimana ia nantinya menahan malu
dihadapan warga.
Itulah kenapa, tawuran jarang sekali ditemui di daerah
pelosok pedewasaan, khususnya di tanah jawa ini. Dan sepertinya itu semua
menjadi senjata ampuh untuk menangani tawuran yang semakin merebak sekarang
ini.
Prosesnya memang lama, yaitu sudah benar-benar ditanamkan
sejak kecil. Lingkungan juga mendukung untuk membentuk karakter remaja. Salah
sedikit dari remaja, sejuta gunjingan bertebaran didesanya. Malu lah remaja itu
akan permuatannya. Dan akhirnya, mereka jera untuk tidak berbuat menyimpang
kembali.
***
Solusi
Selanjutnya untuk lebih mengoptimalkan penanggulan tawuran, sekolah harus berperan aktif. Selama ini, tawuran menyangkut nama sekolah. Akar permasalahannya pun marak terjadi karena dendam antar sekolah yang sudah terjalin bertahun-tahun lalu.
Perbanyak Tugas dan kegiatan.
Tugas adalah kewajiban siswa. Semua sekolah pasti menerapkan
tugas bagi setiap siswanya. Namun perbedaan terjadi pada porsi-nya.
Sekolahku begitu banyak tugas, setiap guru pasti memberikan
tugas. Setiap hari pasti ada tugas. Hingga sepulang sekolah kami tak lekas
pulang kerumah, namun masih didalam kelas untuk mengerjakan tugas bersama. Jika
tidak begitu, keesokan harinya akan repot sendiri.
Tawuran selama ini terjhadi saat sepulang sekolah. Dengan
member tugas semacam ini, mereka akan terhindar dari pergaulan untuk
mengajaknya tawuran.
Jaga hubungan antara Guru dan siswa
Hal ini mengacu pada adat istiadat didesaku tadi. Yaitu
masalah hukum adat.
Sekolahku mewajibkan ketika siswa bertemu guru, kita harus
memegang 3S, Senyum, Salam, Sapa. Tiap kali berhadapan dengan guru, senyum
harus selalu ditunjukkan, dilanjutkan dengan salam cium tangan, dan kemudian
menyapa, entah itu hanya sekedar selamat pagi atau selamat siang.
Dengan hal itu akan menambah keakraban dan kekeluargaan yang
terjalin di dalam sakolah. Para siswa akan terdorong hatinya bahwa sekolah
adalah keluarga. Dan mereka akan membawa nama baik keluarga dengan tidak
bertindak ceroboh diluar rumah. Dalam hal ini adalah sekolahnya.
Jam kegiatan
Perbanyak tugas dan kegiatan ekstrakurikuler. Walau pada
awalnya akan menambah beban siswa, namun kedepannya akan baik pada perilaku
siswa.
Seperti pada sekolahku, masuk jam 6.45 pagi dan selesai pada
pukul 14.15. namun, belum sampai disana, dalam beberapa hari tertentu masih
ditambah jam pelajaran tambahan mulai pukul 14.45 hingga pukul 16.15. baru
kemudian kami pulang. Dengan begitu, mereka akan capek dan ingin lekas pulang.
Tak ada waktu untuk main sepulang sekolah. Buktinya, sekolah kami selama ini
belum ada kasus tawuran, bahkan berkelahi pun jarang. Bukan karena siswanya
baik, tapi karena mereka tak ada waktu untuk memikirkan hal yang tak penting
sepertti itu.
![]() |
Lebih baik pulang sore dan mengerjakan tugas daripada pulang awal namun tawuran. (gbr.atas : SindoRadio.com, gbr .bawah doc. pribadi) |
Fasilitasi siswa, buat mereka nyaman
Salah satu factor penyebab tawuran diantara yaitu rasa iri
terhadap sekolah lain.
Seperti saat acara kompetisi futsal antar SMA di daerahku.
Sekolahku yang merupakan RSBI melawan sekolah yang masih SSN. Sekolahku
sebelumnya memang ada ekskul futsal yang dilatih tiap minggu oleh pelatih yang
ditunjuk sekolah. Dan hasilnya, kualitas dan latihan membuktikan, kami menang
atas sekolah lawan. Namun apa yang terjadi, supporter lawan yang merupakan
siswa SMA tersebut marah, tidak rela dan menyerang supporter kami.
Berawal dari sekolah mereka yang tak memfasilitasi secara
maksimal, berbuntut pada prestasi dan menyulut amarah siswa. Dan akibat
terburuknya, yaitu dendam. Yang sewaktu-waktu bisa diteruskan dikemudian hari.
Untuk itu, sekolah lebih memfasilitasi dan memberikan yang
terbaik untuk siswa. Akhirnnya, siswa akan nyaman dengan kondisi sekarang dan
bangga akan sekolahnya. Walau kalah dalam satu bidang, namun tetap unggul dalam
bidang lainnya.
Biasakan dialog
Sekarang masuk ke media pembelajaran. Media pembelajaran
interaktif perlu dipraktekkan. Kreatifitas dan keberanian siswa dalam
menyampaikan pendapat harus sedini mungkin dibentuk.
Tak perlu jauh-jauh, disekolahku saja. Tiap pelajaran selalu
ada sesi diskusi. Dalam sesi ini, semua siswa harus aktif dan berani dan
tentunya bijaksana dalam mengambil keputusan kelompok. Juga harus bertanggung
jawab dengan apa yang diutarakan.
Ini akan berdampak baik dalam kehidupan social siswa. Jika
sekelompok siswa mempunyai masalah dengan sekelompok siswa lain, bisa
didiskusikan dan diambil jalan tengahnya. Dengan modal berani dan bertanggung
jawab dari materi diskusi yang dipraktrekkan dalam pembelajaran.
Setidak-tidaknya jika tidak terjadi diskusi, mereka akan
segan untuk melakukan aksi fisik. Dan lebih mengutamakan jalur lesan untuk
menyelesaikannya.
Kerjasama Orang Tua dan Guru
Mengacu kembali dalam hukum adat yang berlaku. Kini menghubungkan
antara guru dan murid.
Sebisa mungkin setiap kali ada masalah sekolah yang
menyangkut siswa, guru yang bersangkutan melaporkan hal tersebut kepada wali
murid, dalam hal ini orang tua. Diharapkan orang tua bisa memberi pencerahan
diluar sekolah, yaitu dirumah mereka. Tentunya dengan cara orang tua
masing-masing. Bisa dengan diomongin, dan jika perlu dipertegas sedikit. Tapi
jangan sampai dipojokkan.
Hal itu akan member rasa takut akan siswa akan perbuatan
menyimpang. Siswa akan berpikir, “jika saya tawuran, pasti nanti sampai rumah
dimarahin Babe”. Nah, itu yang diharapkan nantinya untuk para siswa. Karakter
seperti inilah yang seharusnya ada pada setiap remaja di Indonesia.
***
Kesimpulan
Berawal dari rasa peka terhadap kondisi lingkungan desa.
Terbesit pertanyaan, kenapa ya remaja desa jarang tersandung masalah social
yang sering terjadi dikota-kota besar. Hingga muncul sebuah harapan urun rembug
untuk mencegah dan menanggulangi masalah tawuran pelajar.
Ternyata kuncinya adalah peka dan perhatian sesama anggota
masyarakat. Seperti halnya kita temui didesa-desa. Tak seperti kebanyakan
dikota-kota. Orang orang cuek tehadap kondisi lingkungan sekitar. Tak mau tahu
masalah dan problematika yang terjadi pada tetangga. Bahkan untuk orang-orang
yang ringgal di apartment. Mereka tak tahu apa itu indahnya bermasyarakat.
Karena sepulang dari kantor, mereka tak ada waktu lagi untuk bersosialisasi
kepada lingkungan tetangga.
Ini hanya setitik pendapatku tentang masalah tawuran
pelajar. Dan pemecahan masalah yang lebih komplek telah dipersiapkan kementrian
Pendidikan Republik Indonesia dalam hal ini. Kita hanya tinggal menjalankan dan
turut berpartisipasi demi lancarnya program dari pemerintah.
Harapannya, sebisanya semoga wajah perkotaan besar di
Indonesia di beri nafas pedesaan. Dengan seluruh kehangatan, kenyamanan, dan
kepekaan antar masyrakat. Sehingga menurunkan angka penyimpangan yang terjadi dengan
hukum adat yang berlaku.
Menjelang hari sumpah pemuda 28 Oktober ini, seperti dalam kutipan Sumpah Pemuda
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Semoga bangsa Indonesia khususnya remaja mampu mencerna dan
menancapkan dalam-dalam Sumpah Pemuda. Bahwa ini bukan sebuah kalimat biasa,
namun sebuah ikrar turun temurun dari bangsa Indonesia.
Artikel ini
diikutsertakan pada Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu : Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran.
2 komentar:
Terima kasih atas partisipasi sahabat.
Salam hangat dari Surabaya
iya sama sama..
salam hangat juga dari Magetan
Posting Komentar